Rabu, 16 November 2011

23.42 - No comments

asuhan Keperawatan Sectio Caesaria

“SECTIO CAESARIA”

A.     DEFINISI
Sectio Sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan dinding rahim. Tujuan dasar pelahiran adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan anak. Atau SC adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

B.      INDIKASI
Sectio Sesarea efektif dilakukan kalau sebelumnya sudah diperkirakan bahwa kelahiran pervaginam tidak cocok atau tidak aman. Pelahiran dengan Sectio Sesarea dilakukan atas indikasi umum:
1.    Faktor ibu:
-          Plasenta Previa
-          Riwayat obstetric yang jelek
-          Disproporsi sefalopelvik
-          Herpesvirus tipe II (genetalia)
-          Mencangkup panggul yang sempit
-          Riwayat Sectio Sesarea klasik
-          Diabetes (kadang-kadang)

Minggu, 13 November 2011

22.42 - No comments

PNEUMOTORAKS


a.      Pengertian
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara pleura visceral dan pariental.
Pembagian pheumotoraks bermacam-macam tergantung dari sisi pembuatan klasifikasi tertentu. Dibawah ini beberapa pembagian pheumotoraks.
1.       Berdasarkan terjadinya
a.      Artifisial
Pheumotoraks yang disebabkan tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu.
b.      Traumatik
Pheumotoraks yang disebabkan oleh jejas mengenai dada.
c.      Spontan
Pheumotoraks yang terjadi secara spontan tanpa didahului oleh kecelakaan atau trauma seringkali didapatkan pada penyekit dasar misalnya : Tuberkulosis paru yang prosesnya sudah lama, dengan multiple cavety, fibrosis, emfisema, TB milier.
2.       Berdasarkan lokalisasi
a.      Pheumotoraks parietalis
b.      Pheumotoraks medialis
c.      Pheumotoraks basalis
3.       Perbedaan derajat kolaps
a.      Pheumotoraks totalis
b.      Pheumotoraks parsialis
4.       Berdasarkan jenis fistel
a.       Pheumotoraks terbuka → pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan waktu ekspirasi tekanan menjadi positif
Pertama           Kedua
Ekspirasi                  +2          -         +2
Inspirasi                    -2                     -2                 
b.      Pheumotoraks tertutup → pada waktu terjadi gerakan pernapasan tekanan udara di kavum pleura tetap negatif
Pertama           Kedua
Akspirasi                   - 4                - 4
Inspirasi                     -12                   -12
c.       Pheumotoraks ventil   → waktu ekspirasi di rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan dalam rongga pleura makin lama makin tinggi.
   Pertama        Kedua Ketiga
Ekspirasi          +12          +7      +10
Inspirasi            -3                 +3             +6

Etiologi dan Patogenesis Pheumotoraks Spontan
Keadaan fisiologi tekanan-tekanan dirongga dada dalam keadaan normal sebagai berikut :
a.      Tekanan intrapleural inspirasi sekitar        - 11 → - 12 cm H2 O
b.      Tekanan intrapleural ekspirasi sekitar        - 4 → -9 cm H2 O
c.      Tekanan intra bronchial inspirasi sekitar   - 1,5 → -7 cm H2 O
d.     Tekanan intra bronchial ekspirasi sekitar - 1,5 → - 4 cm H2 O
e.      Tekanan intra bronchial waktu bicara       → +30 cm H2 O
f.       Tekanan intra bronchial waktu batuk        → +90 cm H2 O

b.      Patofisiologi pneumothoraks menurut Macklio
Alveol disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila alveoli tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat maka udara masuk dengan mudah menuju kejaringan peribronkovarkuler gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endrobronkial merupakan beberapa factor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peri bronco vascular gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa factor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peri bronco vascular robekan pleura kearah yang berlawanan dengan tilus akan menimbulan pneumothoraks sedangkan robekan yang mengarah ke tilus dapat menimbulakan pneumomediastinum dari medrastinum udara mencari jalan menuju atas, ke arah leher. Diantara organ – organ di mediastinum terdapat jaringan ikat yang longgar sehingga mudah di tembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata di bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema sub kutis. Emfisema sub kutis dapat meluas kearah perut hingga mencapai skretum.
c.       Gejala klinis
ø  Nyeri dada yang mendadak
ø  Sesak napas yang mendadak
ø  Kegagalan pernapasan dan mungkin pula disertai sianosis.


d.      Pemeriksaan fisik dan Penunjang
ø  Seringg terjadi “circulatory collapseoleh karena “Tenston pneumothoraks”
ø  Pada perkusi didapatkan suara hipersonar.
ø  Pada auskultasi di dapatkan suara napas melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit.
ø  Foto Dada
-         Pada foto dada PA, terlihat pinggir paru yang kollaps berupa garis pada pneumothoraks parsialis yang lokalisasinya di anterior atau porterior batas pinggir paru ini mungkin tidak terlihat.
-         Mediastinal ships” dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita inspirasi atau ekspirasi, terutama dapat terjadi pada “tension pneumothoraks”

e.       Diagnosis banding
1.      Pleurisi dan perikarditis
2.      Miokard infark dan emboli paru
3.      Bronkitis kronis dan emfisema
4.      “Diaphragmatic Herniae”
5.      Dissecting aneurysmae aortae”

f.       Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks, derajat kolaps berat ringan gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi untuk melaksanakan pengobatan tersebut dapat dilakukan tindakan medis atau tindakan bedah.
1.      Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur  tekanan intra pleural menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama di tujukan pada penderta pneumothoraks tertutup atau terbuka sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama  yang harus dilakukan dekompresi terhadap tekanan intra plura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan dengan udara luar.
2.      Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a.        Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk kerongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara keluar melalui jarum tersebut.
b.       Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1.       Dapat memakai infus set
2.       Jarum abbocath
3.       pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pean) pemasukan pipa plastik (thoraks kateter) dapat juga dilakukan me;lalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada garis aksila tengah atau pada garis aksila belakang. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung selang plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik di dada dan pipa kaca WSD di hubungkan melalui pipa plastik lainnya posisi ujung pipa kaca yang berada  di botol sebaiknya berada 2 cm dibawah permukkaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan terus – menerus (continous suction).
Penghisapan dilakukan terus menerus apabila tekanan intra pleura tetap positif penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar sebesar 10 – 20  cm H2O dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
Pencabutan drain.
Apabila paru telah mengembang  maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut drain di tutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka drain dicabut.
3.      Tindakan bedah
1.       Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi duicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
2.       Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebakan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
3.       dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak. Sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
4.       pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.

Pengobatan tambahan
1.       Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebanya
-           Tehadap proses tuber kulosis paru, diberi obat anti tuberculosis .
-           Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi laksan ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras.
2.       Istirahat total
-           Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang) batuk, bersin terlalu keras, mengejan.

Pencegahan pneumothorak
1.       Pada penderia PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik – baiknya, terutama bila penderita batuk, pemberian bronkodilator  anti tusif ringan sering sering dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan keras – keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat barang berat, atau mengejan terlalu kuat.
2.       Penderita TB paru, harus diobatai dengan baik sampai tuntas. Lebih baik lagi. Bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal, sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti.

Rehabilitasi
1.       Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan secara baik untuk penyakit dasar.
2.       untuk sementara waktu (dalam beberapa minggu), penderita dilarang mengejan, mengangkat barang berat, batuk / bersin terlalu keras.
3.       bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah laksan ringan.
4.       Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama  kalau ada keluhan batuk sesak nafas.






ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PNEUMOTORAKS

A.    Pengkajian
1.      Identitas pasien dan penanggung jawab
2.      Riwayat kesehatan sekarang, dahulu dan keluarga
3.      Pemeriksaan pola fungsi kesehatan Gordon
4.      Pemeriksaan fisik (head to toe)
Ø  Thoraks : Pada inspeksi dada simetris, terpasang WSD dada kiri dan kanan serta ada plester pada kanan untuk fraktur iga 5 dan 6, pengembangan dada kurang optimal. Auskultasi bunyi paru normal atau tidak ada whezing atau ronkii, perkusi suara tympani pada paru kanan dan suara redup pada paru kiri dan palpasi vokal fremitus menurun.
Ø  Ekstremitas : Mampu digerakan tetapi dengan pelan-pelan karena saat bergerak dirasakan nyeri.
5.      Pemeriksaan penunjang : Foto thoraks (terlihat pinggir paru yang kolaps berupa garis) dan Fluoroscopy
B.     Analisis data
Adanya data subyektif dan data obyektif yang didapatkan dari pengkajian dan terdapat problem dan etiologi pasien.
C.     Diagnose keperawatan
1.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan  kekolapsan paru, pergeseran mediastinum.
2.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD
3.      Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat
4.      Gangguan  mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan  keterbatasan informasi terhadap  prosedur tindakan WSD.




Rabu, 02 November 2011

03.56 - No comments

Askep komunitas


LAPORAN PENDAHULUAN

TEORI TENTANG PROSES PENUAAN

1.    Pengertian lanjut Usia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13  tahun 1998 adalah 60 tahun.
2.Teori tentang Proses menua
            Teori Biologik
  1. Teori Genetik dan Mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram  oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
  1. Pemakaian dan Rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah

  1. Autoimune
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Sad jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan  terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
  1. teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan  lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah  dipakai.
  1. Teori radikal bebas
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
2.2. Teori Sosial
a.       Teori ktifitas
Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial
b.      Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan  sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kwalitas maupun kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :
a)      Kehilangan peran
b)      Hambatan kontrol sosial
c)      Berkurangnya komitmen
c.       Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
a)      lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan 
b)      Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
c)      Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi
2.3  Teori Psikologi
a.         Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow
       Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 11111954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.
b.                                          Teori individual jung
Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar  atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental

3.    Perubahan Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
3.1. Perubahan fisik
a.       Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra dan extra seluler
b.       Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra  sistem pendengaran, presbiakusis, atrofi membran  timpani, terjadinya pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c.       Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis  dan hlangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatny ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.
d.      Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku , kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningg.
e.       Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.
f.        Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk , indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
g.       Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang  dan menjadi alkali.
h.       Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.
i.         Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan  jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.
j.         Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban  bergerak. otot kam dan tremor.
3.2 Perubahan Mental
faktor-faktyor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a.       Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b.      Kehatan umum
c.       Tingkat pendidikan
d.      Keturunan
e.       Lingkungan
Kenangan (memori) ada 2 :
a.       kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari  yang lalu
b.      kenangan jang pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
a.       Tidak berubah dengan informasi  matematika dan perkataan verbal
b.      Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
3.3 Perubahan Perubahan Psikososial
a.       Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan
b.      Merasakan atau sadar akan kematian
c.       Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.


MASALAH  NUTRISI

1.    Pengertian
Gizi kurangs adalah kekurangan zat gizi baik mikro maupun makro
2.                              Penyebab
a.       Penurunan ataau  kehilangan sensitifitas indra pengecap &penciuman
b.      Penyakit periodental ( terjadi pada 80% lansia) atau kehilangan gigi
c.       Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencernaan
d.      Penurunan mobilitas saluran pencernaan makanan
e.       Penggunaan obat-obatan jangka panjang
f.       Gangguan kemampuan motorik
g.      Kurang bersosialisasi, kesepian
h.      Pendapatan yang menurun (pensiun)
i.         Penyakit infeksi kronis
j.        Penyakit keganasan

3. Patofisiologi
























Pengkajian
A.      Fisiologis/fisik
1.    Stratus gizi
     IMT = Kg BB           normal laki laki = 18 -25
                 (TB)2                        wanita = 17 – 23
2.   Intake cairan dalam 24 jam
3.    Kondisi kulit
4.    Kondisi bibir , mukosamulut, gigi
5.    Riwayat pengobatan, alkhohol, zat adiktif lainnya
6.    Evaluasi kemampuan penglihatan , pendengaran  dan mobilitas
7.    Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi : gangguan sistem digestif, nafsu makan, makanan yang disukai dan tidak disukai, rasa dan aroma
8.    Kebiasaan waktu makan ( 2 –3 X sehari, snak dlll)
B. Psikososial/afektif
1.         Kebiasaan saat makan ( makan sendiri, sambil nonton TV,dll)
2.         situasi lingkungan(kapasitas penyediaan makanan, pengolahan dan penyimpanan makanan)
3.         sosiokultural yang berlaku yang mempengaruhi pola nutrisi dan eleminasi
4.         Kondisi depresi yang dapat mengganggu pemenuhan nutrisi
C. Pemeriksaan tambahan/laborat
         Analisa darah : 
Kreatinin  : indekz massa otot
Serum protein khususnya untuk sintesa antibodi dan limfosit, dalam kekebalan seluler, enzym, hormon, struktur sel yang luas, struktur jaringan
Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d asupan nutrisi yang tidak  adekuat akibat anoreksia
2.      Resiko tinggi infeksi b.d penurunan asupan kalori dan protein
    3.   Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skleletal,, nyeri, intoleransi aktifitas
4          Nyeri b. d proses inflamasi, destruksi sendi
5.        Resiko cedera (dislokasi sendi) b.d  otot hilang kekuatannya, rasa nyeri sendi

Rencana Asuhan Keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d asupan nutris kurang adekuat akibat anoreksia
    Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
Kriteria :  - Meningkatkan masukan  oral
-                                        Menunjukkan peningkatan BB
      Intervensi :
a.  Buat tujuan BB ideal dan kebutuhan nutrisi harian  yang adekuat
R/  Nutrisi yang adekuat menghindari adanya malnutrisi
c.       Timbang setiap hari , pantau hasil pemeriksaan laborat
R/ Deteksi dini perubahan BB dan masukan nutrisi
d.      Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ Dengan pemahaman yang benar akan memotivasi klien untuk masukan nutrinya
e.       Ajarkan individu menggunakan penyedap rasa (seperti bumbu)
R/ aroma yang enak akan membangkitkan selera makan
f.       Beri dorongan individu untuk makan bersama orang lain
R/  Dengan makan bersama sama secara psikologis meningkatakan selera makan
g.      Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi) sebelum dan sesudah mengunyah makanan
R/ dengan situasi mulut yang bersih meningkatkan kenyamanan .
          i.          Anjurkan makan dengan porsi yang kecil tapi sering
      R/ Mengurangi perasaan tegang pada lambung
j.  Instruksikan individu yang mengalami penurunan nafsu makan untuk :
1 ) Makan-makan kering saat bangun tidur
2)  Hindari makanan yang terlalu manis, berminyak
3)   Minum sedikit-sdikit melalui sedotan
4)   Makan kapan saja bila dapat toleransi
5)   Makan dalam porsi kecil rendah lemak dan makan sering
R/  Meningkatkan asupan makanan
2. Resiko tinggi infeksi b/d penurunan asupan kalori  dan protein
Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan terhindar dari tanda-tanda infeksi
Kriteria : tanda-tanda peradangan tidak ditemukan : panas, bengkak, nyeri, merah,gangguan fungsi
Intervensi :
a.       Kaji tanda-tanda radang umum secara teratur
R/ Mendeteksi dini untuk mencegah terjadinya radang
b.      Ajarkan tentang perlunya  menjaga kebersihan diri dan lingkungan
R/ Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dan kebersihan diri yang kurang sehat
c.       Tingkatkan kemampuan asupan nutris TKTP
R/ meningkatkan kadar protein dalam dalam tubuh sehingga meningkatkan kemampuan kekbalan dalam tubuh
d.      Perhatikan penggunaan obat-obat jangka panjang yang dapat menyebabkan imunosupresi
R/ Menurunkan resiko terjadinya infeksi 
3.Kerusakan mobilitas fisik  b.d deformitas skeletal, nyeri
Tujuan : klien dapat mobilisasi dengan adekuat
Kriteria : Mendemontrasikan tehnik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas
Intervensi :
a.       Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit
R/ tingkat aktifitas tergantung dari perkembangan /resolusi dari proses inflamasi
b.      bantu dengan rentang gerak aktif/pasif
R/ mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot
c.       ubah posisi dengan sering dengan personal cukup
R/ Menhilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi
d.      Berikan lingkungan yang nyaman misaal alat bantu
R/ menghindari cedera
4.    Nyeri ( akut/kronis) b.d  proses inflamasi, destruksi sendi
Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria : terlihat rileks , dapat tidur dan berpartisipasi dala aktifitas
Intervensi :
kaji keluhan nyeri, catat lokasi nyeri dan intensitas. Catat faktor yang mempercepat tanda tanda neri
R/ membantu dalam menentukan managemen nyeri
Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman  pada waktu istirahat ataupun tidur
R/ Pada penyakit berat tirah baring sangat diperlukan untuk membatasi nyeri
Anjurkan klien mandi air hangat , sediakan waslap untuk kompres sendi
R/ panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan kekakuan sendi.
berikan masase lembut
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi ketegangan otot
kolaborasi pemberian obat-obatan seperti : aspirin, ibuprofen, naproksin, piroksikam, fenoprofen
R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan.
 5. Resiko cedera b.d hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri
Tujuan : klien terhindar dari cedera
Kriteria : klien berada pada perilaku yang aman dan lingkungan yang nyaman
Intervensi :
a.       kaji tingkat kekuatan otot
   R / mengatur tindakan selanjutnyab
b.. Kaji tingkat pergerakan pasif
c  Beri alat bantu sesui kebutuhan
d. Ciptakan lingkungan yang aman (lantai tidak licin)
e.Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dilakukan secara mandiri






DAFTAR PUSTAKA

Capernito Lynda juall ( 1998), Buku Saku Diagnosa  Keperawatan  Edisi 6 , Alih Bahasa Yasmin Asih EGC jakarta

C. Long barbara ( 1996) Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses) Unit IV, V, VI Alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, IAPK Bandung

Donges Marilyn E (2000), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Alih bahasa I Made Kariasa, EGC Jakarta

Wahyudi Nugroho ( 2000), Keperawatan Gerontik Edisi 2 , EGC Jakarta